Para
sahabat Nabi SAW adalah orang-orang yang istimewa. Nabi sendiri yang
menyampaikan “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di zamanku, kemudian
orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya". Al Quran
Nur Karim sangat banyak membicarakan sahabat Nabi SAW. Allah berfirman dalam
surat Ali Imron ayat 110 “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia…”, Ayat
ini awalnya adalah untuk para sahabat Nabi walau berlaku untuk umum.
Di
dalam surat Al Fath ayat 29 “Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia…”.
Mereka dipuji di dalam Al Quran, Taurat dan Injil oleh Allah SWT. Ini dahulunya
adalah sebuah masyarakat yang jahiliyah kemudian mereka menjadi masyarakat yang
sangat istimewa.
Salah
satu orang yang sangat istimewa adalah orang yang disebut dalam hadist beliau.
Nabi SAW menyampaikan “Kalau ada Nabi setelahku maka pasti Umar
bin Khattab, hanya tidak ada Nabi setelah aku”
Suatu
hal yang luar biasa karena kita tahu bahwa Umar bin Khattab orang yang secara
masa lalu adalah bagian dari masyarakat jahiliyah. Tidak seperti Abu Bakar Ra.
Beliau adalah orang yang baik sejak dulu, tidak pernah menyembah patung, tidak
berbuat kedzoliman. Tetapi Umar berbeda. Ternyata orang seperti Umar masih
terbuka kesempatan untuk berbuat baik bahkan lebih dari kata baik. Dia menjadi
orang yang tingkat kebaikannya―bahkan kalau ada Nabi setelah Nabi Muhammad SAW―
maka Umar adalah orangnya.
Dan
ternyata banyak kalimat dan pendapat Umar yang diabadikan oleh Allah dalam Al Quran
Nur Karim, bahkan diantara kalimat Umar ada yang diabadikan persis apa adanya.
Beberapa Ulama yang menuliskannya seperti Asy Suyuthi Rahimahullah Ta’ala.
Beliau membuat bab khusus tentang pendapat Umar ada di dalam Al Quran Nur
Karim. Bahkan Ibnu Asakir meriwayatkan perkataan Ali bin Abi Thalib Ra, beliau (Ali
bin Abi Thalib Ra) mengatakan sendiri bahwa di dalam Al Quran benar-benar ada
pendapat Umar. Di dalam buku Fadhoil al Imamain
(keutamaan dua imam) karya Abu Abdillah Asy Syaibani beliau mengumpulkan ada 21
pendapat dan tema dari Umar bin Khattab Ra yang diabadikan oleh Al Quran Nur
Karim.
Suatu hari Umar
mendatangi Rasulullah SAW, di hatinya menyimpan resah tentang keluarga Nabi SAW
dan kegundahan hati Umar membuat Allah SWT memberikan wahyu kepada Rasulullah
tentang hijab untuk para muslimah. Ketika Umar berkata kepada Rasulullah, “Yaa Rasulullah, andai Allah menurunkan ayat
tentang hijab karena ada banyak orang keluar masuk menemui istrimu sementara
orang bermacam-macam (ada orang baik dan yang tidak baik).” Ketidaknyamanan
Umar karena begitu cintanya kepada Ahlul
Bait (Rasulullah, keluarga dan istri-istri beliau). Kalimat inilah yang menjadi Asbabun Nuzul dalam surat Al Ahzab 59
yang memerintahkan sejak hari itu agar setiap muslimah memakai pakaian jilbab.“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.”
Di hari yang lain Umar kedatangan
sahabat mengajinya. Dari sahabatnya itulah Umar mendapat kabar yang mengejutkan
dan reaksi Umar keseluruhannya diabadikan oleh Al Quran. Umar tidak setiap hari
datang ke Masjid Nabawi untuk belajar ke Nabi SAW karena harus ke pasar. Dia bergantian
dengan tetangganya. Hari ini Umar, besok tetangganya, begitu mereka bergantian
untuk memberikan ilmu dan berita yang terjadi di dalam Kota Madinah. Suatu hari
giliran tetangganya dan dia mengetuk pintu rumah Umar dan berkata “ada peristiwa yang menakutkan dan luar
biasa bahaya” Umar menduga datang musuh. Karena muslimin saat itu sedang
membicarakan tentang kedatangan musuh. Kemudian tetangganya mengatakan “lebih berat dari itu.” Umar kaget dan
berkata “apa itu?”. Dia berkata “Nabi menceraikan seluruh istrinya”.
Salah satu istri Nabi Ummul Mukminin adalah putri Umar ―Hafshah Ra― kemudian
dia langsung pergi ke rumah putrinya dan memarahi Hafshah. “Ini pasti karena kalian” sampai kemudian
keluarlah kalimat Umar yang kemudian menjadi asbabun nuzul bahkan ini adalah termasuk ayat yang kalimat Umar
diabadikan apa adanya. Surat At Tahrim 5 “Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya
akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang
patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang
berpuasa, yang janda dan yang perawan.” Panjang sekali kalimat
Umar dan persis seperti itu Allah turunkan.
Subhanallah. Kalimat ini
diabadikan oleh Al Quran Nur Karim sebagai sebuah kemuliaan untuk Umar bin
Khattab.
Bahkan perkataan Umar ―tentang
kedustaan orang-orang Munafik yang disebarkan untuk mencoreng kemuliaan Ummul
Mukminin Aisyah Ra― juga ditulis di dalam Al Quran. Aisyah Ra Ummul Mukminin
pernah mendapati kehidupan yang sulit ketika beliau dituduh berbuat serong.
Suatu tuduhan yang tidak bertanggung jawab. Ketika Nabi SAW berbincang dengan
Umar bin Khattab, Umar berkata “Yaa
Rasulullah, siapa yang menikahkan engkau? Bukankah Allah.” Rasul mengatakan
“Allah”. “Apakah engkau menduga Yaa Rasulullah, Allah Ta’ala memasukkan wanita
yang tidak baik dalam kehidupanmu. Kemudian Umar berkata “Subhaanaka
haadzaa buhtaanun ‘adziim (Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini
adalah dusta yang besar.” Artinya tuduhan yang menuduh Ummul Mukminin Aisyah adalah
suatu dusta yang besar.
Dan kalimat “Subhaanaka haadzaa buhtaanun ‘adziim”
diabadikan apa adanya di surat An Nur dalam rangkaian peristiwa hadistul ifki (berita dusta). Asbabun Nuzulnya adalah kalimat Umar Ra dan
kemudian Allah SWT menyampaikan An Nur ayat 16: Dan mengapa kamu tidak berkata, diwaktu
mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita
memperkatakan ini, (Maha
Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar).”
Kalimat ―Subhaanaka haadzaa buhtaanun ‘adziim (Maha
Suci Engkau (Ya Tuhan kami), ini adalah dusta yang besar― adalah kalimat yang berasal dari Umar Ra
yang disampaikan kepada Rasulullah SAW dimana Umar Ra adalah orang yakin betul
bahwa Aisyah Ra adalah wanita yang suci seperti yang diyakini Umar dan sahabat
yang lain. Dan Allah menurunkan surat An Nur yang menyatakan Ummul Mukminin
Aisyah adalah wanita yang suci.
Sikap yang diambil Umar
dalam menghadapi kematian tokoh munafik juga membuat Allah menurunkan wahyunya.
Ketika tokoh besar munafik mati (Abdullah bin Ubay bin Salul) orang yang
membuat muslimin kerepotan dan hampir bertikai gara-gara dia. Kalimatnya yang
kasar menghina muslimin, mengacaukan muslimin dari dalam, memprovokasi musuh
Islam agar mau menyerang muslimin. Begitu dia mati, Rasulullah―orang yang baik
dan lembut―tergerak hatinya untuk datang dan menyolatkan jenazah tokoh munafik.
Begitu Nabi siap menyolati maka Umar datang dan berdiri di depan Nabi SAW
kemudian berkata, “Yaa Rasulullah engkau
solatkan musuh Allah ini”. Karena peristiwa inilah Allah menurunkan
syariatnya. Inilah yang menjadi asbabun
nuzul dalam surat At Taubah 84 Allah berfirman “Dan janganlah kamu sekali-kali
menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah
kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada
Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” Dengan ayat inilah maka tidak boleh
Abdullah bin Ubay dan tokoh munafik lainnya disolati oleh Rasulullah SAW dan
ini berawal dari kalimat Umar bin Khattab yang dimuliakan oleh Allah SWT.
Yang juga merupakan
pendapat Umar Ra yang dimuliakan Allah untuk diabadikan sebagai ayat dalam kitab
suci kita adalah ayat yang berbicara tentang sholat sunnah di Maqom Ibrahim. Maqom Ibrahim adalah sebuah tempat yang dahulunya adalah bekas
tempat berdirinya Nabi Ibrahim yang posisinya tepat di depan pintu Ka’bah.
Setelah kita melaksanakan thowaf maka kita disunnahkan untuk sholat di Maqom Ibrahim. Sholat sunnah di Maqom Ibrahim diawali oleh kalimat Umar
yang berkata “Yaa Rasulullah andai kita
jadikan Maqom Ibrahim ini tempat untuk sholat.” Maka kemudian Al Quran
menyampaikan dalam surat Al Baqarah: 125 “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan
rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan
jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan
kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
thawaf, yang i´tikaf, yang ruku´ dan yang sujud." Maka kemudian kita disunnahkan untuk
sholat di sekitar Maqom Ibrahim,
tidak mesti harus di Maqom Ibrahim,
karena posisinya ada di putara Thowaf karena akan membuat macet dan membahayakan
karena bisa terinjak jika sedang ramai. Maka diizinkan untuk tidak mesti sholat
di samping Maqom Ibrahim bisa di
daerah yang lebih jauh dan lebih aman. Kalimat ―wattakhidzuu min maqaami ibraahiima mushalla (dan jadikanlah
sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat)―ini berawal dari permintaan Umar Ra.
Dari kegelisahan
Umarlah ayat tentang pengharaman khamar turun. Kita tahu bahwa Allah menurunkan
pelarangan khamar dengan cara bertahap. Tahapan pertama ada di dalam surat Al
Baqarah ayat 21, Allah berfirman“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar
dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya".
Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang
lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir.” Allah sampaikan ketika ada yang bertanya tentang khamar dan judi
dikatakan bahwa dua-duanya ada manfaatnya tetapi dosanya lebih besar. Artinya
nyaris tidak ada pelarangan dalam ayat itu.
Ketika ayat itu turun maka Umar mendatangi Rasulullah dan berkata “Yaa Rasulullah, tidakkah Allah menjelaskan
kepada kita tentang khamar yang lebih jelas dari ini.” Maka kemudian turun
ayat setelahnya asbabun nuzul dalam surat An Nisa’ 43, Allah berfirman “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang
kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir
atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian
kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci);
sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun.” Ketika itu
muslimin mulai mengurangi terutama di waktu pendek seperti maghrib hingga
isya’, biasanya mereka akan meminum di waktu-waktu panjang seperti malam hari
karena panjang ke waktu subuh atau dari subuh hingga dzuhur.
Dan itu tidak membuat
Umar puas. Dia datang pada Rasulullah SAW dan berdoa “Yaa Allah, jelaskan tentang khamar lebih jelas lagi.” Karena
pelarangannya baru sebagian maka kemudian inilah yang menjadi asbabun nuzul
ketika Allah melarang dengan sangat tegas dalam ayat Al Maidah 90-91 “Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan . Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu).” Maka
begitu diturunkan dan dibacakan kepada Umar Ra “fahal antum muntahun (apakah kamu tidak mau berhenti?)” maka Umar
berkata “ Intahaina.. intahaina.. sudah kalian berhenti.. kalian berhenti..” . Ayat khamar berkaitan
erat―yang Allah memuliakan Umar Ra― dengan pendapat dan kalimat Umar yang
diabadikan sampai khamar dilarang total.
Sahabat-sahabat Nabi
SAW yang dididik oleh Nabi SAW sepanjang hidup beliau adalah orang-orang
istimewa, yang luar biasa. Disebutkan keistimewaan mereka baik secara umum
seperti ketika Allah SWT memuji 1.400 orang dalam firmanNya surat Al Fath 18 “Sesungguhnya
Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia
kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan
kemenangan yang dekat (waktunya).” Ini adalah Baitur
Ridwan yang diikuti oleh 1.400 orang. Tetapi ada sahabat Nabi yang
keistimewaannya disebut satu per satu baik dalam ayat walau tidak disebut
namanya atau di dalam hadist-hadist Nabi SAW.
Inilah aqidah Ahlus Sunnah yang benar bahwa menghormati para sahabat
nabi mencintai dan memuliakan dan tidak menghina mereka. Seperti yang
disampaikan Rasulullah SAW untuk memuliakan para sahabat, beliau berkata “Laa Tasubbuu
Ashabii….. (jangan kalian caci maki sahabatku, apabila sekiranya engkau
infak-kan emas segunung uhud, maka tidak akan menyamahi satu mud dari mereka
dan tidak menyamai separo mud.”
Kalau kemudian
mereka salah maka para ulama sudah mengatakan“Jangan celupkan tangan dan lisanmu kepada darah mereka”. Memang di dalam sejarah ada pertikaian yang sampai
menghasilkan sebuah kesedihan dalam sejarah Islam bahwa pertumpahan darah
terjadi bahkan tidak diinginkan oleh para sahabat. Tetapi kita diminta oleh
para ulama karena istimewanya para sahabat Nabi untuk
jangan mencelupkan lisan dan tangan kita (jangan berbicara dan jangan menulis)
tentang mereka dengan cara yang salah. Jikalau ditulis maka jelaskan dan
dudukkan sebagai sesuatu yang dikaji secara ilmiah dan tetap memuliakan mereka
karena itu adalah aqidah Ahlus Sunnah.
Transkrip oleh Ericca Nurdiana
http://ericcanurdiana.blogspot.co.id/2015/09/ucapan-umar-di-dalam-al-quran.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar